MAKALAH
SEJARAH BIMBINGAN DAN KONSELING
Disusun guna memenuhi tugas:
Mata kuliah :
Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu
: Ningsih Fadhilah, M. Psi
Disusun oleh :
1 . Dian Akmaliana (2021110345)
2 . Krisna Ayu Diana (2021110348)
3 . Roudlotul Jannah (2021110381)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah
Bimbingan dan Konseling sudah sangat populer dewasa ini, dan bahkan sangat
penting peranannya dalam sistem pendidikan kita dewasa ini. Ini semuanya
terbukti karena Bimbingan dan Konseling telah dimasukkan dalam kurikulum dan
bahkan merupakan ciri khas dari kurikulum SLTP dan SMU tahun 1975, 1984, dan
1994 di seluruh Indonesia.
Bimbingan dan
Konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan kita, mengingat bahwa
Bimbingan dan Konseling adalah merupakan suatu kegiatan bantuan dan tuntunan
yang diberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di
sekolah dalam rangka meningkatkan mutunya. Hal ini sangat relevan jika dilihat
dari perumusan bahwa pendidikan itu adalah merupakan usaha sadar yang bertujuan
untuk mengembangkan kepribadian dan potensi-potensinya (bakat, minat, dan
kemampuannya). Kepribadian menyangkut masalah perilaku atau sikap mental dan
kemampuannya meliputi masalah akademik dan ketrampilan. Tingkat kepribadian dan
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang adalah merupakan suatu gambaran mutu
dari orang bersangkutan.
Pada masyarakat
yang semakin maju, masalah penemuan identitas pada individu menjadi semakin
rumit. Hal ini disebabkan oleh tuntutan masyarakat maju kepada
anggota-anggotanya menjadi lebih berat. Persyaratan untuk dapat diterima
menjadi anggota masyarakatbukan saja kematangan fisik, melainkan juga kematangan
mental psikologis, kultural, vokasional, intelektual, dan religius. Kerumitan
ini akan terus meningkat pada masyarakat yang sedang membangun, sebab perubahan
cepat yang terjadi pada masyarakat yang sedang membangun, akan merupakan
tantangan pula pada individu atau siswa. Keadaan semacam inilah yang menuntut
diselenggarakannya Bimbingan dan Konseling di sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Bimbingan dan Konseling di Dunia Internasional
Latar belakang perkembangan profesi konseling tidak dapat
dipisahkan dari dua jalur penanganan terhadap masalah-masalah yang dihadapi
masyarakat Barat, yaitu tradisi gangguan mental dan penanganan masalah-masalah
pendidikan dan pekerjaan di sekolah.[1]
Evolusi profesi konseling dapat terlihat pada rangkaian perjalanan
profesi ini yang disusun secara kronologis sebagai berikut:
1.
Era Tahun 1900-1909 (Era Perintisan)
Tiga tokoh utama pada periode ini adalah Jesse B. Davis, Frank
Parsons, dan Clifford Beers. Davis adalah orang pertama yang mengembangkan
program bimbingan yang sistematis di sekolah-sekolah. Pada tahun 1907, sebagai pejabat
yang bertanggung jawab pada the Grand Rapids (Michigan) school system, ia
menyarankan agar guru kelas yang mengajar English Composition untuk
mengajar bimbingan satu kali seminggu yang bertujuan untuk mengembangkan
karakter dan mencegah terjadinya masalah. Sementara itu, Frank Parsons di
Boston melakukan hal yang hampir sama dengan Davis. Ia memfokuskan pada program
pengembangan dan pencegahan. Ia dikenal karena mendirikan Boston’s
Vocational Bureau pada tahun 1908. Berdirinya biro ini mempresentasikan
langkah maju diinstitusionalisasikannya bimbingan karier (vocational
guidance).
Pada tahun yang sama ketika Frank Parsons mendirikan Vocational
Bureau (1908), William Heyle juga mendirikan Community Psychiatric
Clinic untuk pertama kalinya. Selanjutnya, The Juvenille Psychopathic
institute didirikan untuk memberi bantuan kepada para pemuda di Chicago
yang mempunyai masalah. Dalam keadaan tersebut terlibat pula para psikolog.
Tentu saja tidak mungkin berbicara soal kesehatan mental tanpa melibatkan
orang-orang yang cukup terkenal, seperti Sigmund Freud dan Joseph Breuer.[2]
2.
Era Tahun 1910-1970
Pada era ini konseling mulai diinstitusionalisasikan dengan
didirikannya the National Vocational Guidance Association (NVGA) pada
tahun 1913. Selain itu, pemerintah Amerika Serikat mulai memanfaatkan pelayanan
bimbingan untuk membantu veteran perang.[3]
Istilah bimbingan (guidance)
ini kemudian menjadi label populer bagi gerakan konseling di sekolah-sekolah
selama hampir 50 tahunan. Program bimbingan yang terorganisasikan mulai muncul
dengan frekuensi tinggi di jenjang SMP sejak 1920-an, dan lebih intensif lagi
di jenjang SMA dengan pengangkatan guru BK yang khusus dipisahkan untuk siswa
laki-laki dan siswa perempuan. Titik inilah era dimulainya pemfungsian
disiplin, kelengkapan daftar hadir selama satu tahun ajaran dan tanggung jawab
administrasi lainnya. Akibatnya banyak program pendidikan dekade ini
menitikberatkan pada upaya membantu siswa-siswa yang mengalami kesulitan
akademis atau pribadi dengan mengirimkan mereka ke guru BK untuk mengubah
perilaku atau memperbaiki kelemahan.
Selain jenjang SMP dan SMA, gerakan konseling untuk SD tampaknya
juga dimulai di akhir dekade 1920-an hingga awal dekade 1930-an, dipicu oleh
tulisan-tulisan dan kerja keras William Burnham yang menekankan peran guru
untuk memajukan kesehatan mental anak yang memang banyak diabaikan diperiode
tersebut.[4]
Pada dekade 1940-an ditandai munculnya teori konseling Non-Directive
yang dipelopori oleh Carl Rogers. Ia mempublikasikan buku yang berjudul Counseling
and Psychotherapy pada tahun 1942. Pada tahun 1950-an muncul pula berbagai
organisasi konseling yaitu the American Personnel and Guidance Association
(APGA). Selanjutnya disahkannya the National Defense Education Act
(NDEA) pada tahun 1958. Undang-undang ini memberikan dana bagi sekolah untuk
meningkatkan program konseling sekolah. Konseling mulai melakukan diversifikasi
ke area yang lebih luas diawali pada tahun 1970. Konseling mulai berkembang di
luar sekolah seperti di lembaga-lembaga komunitas dan pusat-pusat kesehatan
mental.[5]
3.
Era Tahun 1980-an
Dekade ini profesi konseling sudah mulai berkembang dengan
munculnya standarisasi training dan sertifikasi. Pada tahun 1981 dibentuk the
Council for Accreditation of Counseling and Related Educational Program
(CACREP). CACREP berfungsi untuk melakukan standarisasi pada program pendidikan
kondeling di tingkat master dan doktor pada bidang konseling sekolah, konseling
komunitas, konseling kesehatan mental, konseling perkawinan dan keluarga, dan
konseling di Perguruan Tinggi.
4.
Era Tahun 1990-an
Pada akhir ke-19-an, spesialis psikiatri telah mendapat tempat
berdampingan dengan spesialis pengobatan lain. Dengan makin stabilnya posisi
psikiatri dalam penanganan gangguan psikologis atau yang lebih dikenal dengan
sakit mental, muncullah psikiatri sebagai spesialisasi baru. Spesialisasi baru
ini dipelopori oleh Van Ellenberger Renterghem dan Van Eeden.[6]
Selama tahun 1980-an dan 1990-an, sejumlah permasalahan sosial
mempengaruhi anak-anak yang pada gilirannya mengakselerasi pertumbuhan
konseling SD. Isu-isu seperti penyalahgunaan obat, penganiayaan anak, pelecehan
seksual dan pengabaian anak, plus meningkatnya minat dan atensi, bagi
pencegahannya, mengarah kepada pemandatan konseling SD.[7]
B.
Faktor Pendorong Perkembangan Bimbingan dan Konseling
Upaya layanan bimbingan dan konseling secara profesional lahir di
Amerika serikat dan berkembang pesat abad ke-20. Banyak faktor yang mendorong
pesatnya perkembangan disiplin ilmu ini, hingga mampu menerobos
institusi-institusi pendidikan khususnya sekolah. Sedikitnya, terdapat enam
faktor yang mempelopori perkembangan bimbingan dan konseling tersebut, di
antaranya yaitu:
1.
Perhatian
pemerintah terhadap penduduk imigran yang datang ke Amerika Serikat dari
kawasan Eropa, mereka membutuhkan pekerjaan yang layak, dari situlah kemudian
mendapat layanan dari biro-biro vokasional pemerintah, yang melalui
penyuluhan-penyuluhan untuk mengarahkan bakat dan minat mereka agar pekerjaan
yang di dapat sesuai dengan potensi mereka.
2.
Pandangan
Kristen yang beranggapan bahwa dunia adalah tempat pertempuran antara kekuatan
baik dan buruk, atas dasar ini maka berbagai lembaga pendidikan di wajibkan
mengajarkan moral kebaikan agar anak didiknya kelak menjadi pemenang dalam
melawan kejahatan atau keburukan tersebut.
3.
Pengaruh
dari disiplin ilmu kesehatan mental yang pada awalnya memperjuangkan perlakuan
manusiawi kepada orang-orang yang terkena gangguan jiwa dan sedang di tampung
di rumah sakit. Kemudian disiplin ilmu ini melakukan gerakan antisipasi
terhadap gangguan mental kepada masyarakat. Sebab mereka berangggapan bahwa
gangguan mental dapat di cegah jika mampu dideteksi sejak dini.
4.
Dampak
dari gerakan testing psikologis yang semakin mengembangkan sayapnya dalam
membuat instrumen-instrumen berupa tes-tes kepribadian untuk menyeleksi
karyawan di berbagai perusahaan.
5.
Subsidi
dari pemerintah terhadap federal yang memungkinkan lembaga-lembaga pendidikan
untuk mengangkat beberapa konselor untuk menangani bimbingan karier, pendidikan
karier, penanggulangan kenakalan remaja, antisipasi terhadap penggunaan obat
bius, dan lain-lain.[8]
C.
Sejarah Bimbingan dan Konseling di Indonesia
Kegiatan bimbingan pada hakikatnya telah berakar dalam seluruh
kehidupan dan perjuangan bangsa Indonesia. Akan tetapi perlu diakui bahwa
bimbingan yang bersifat ilmiah dan profesional masih belum berkembang secara
mantap atas dasar falsafah Pancasila. Berikut ini akan dibahas mengenai
perkembangan usaha bimbingan dalam pendidikan di Indonesia.
1.
Sebelum Kemerdekaan
Masa sebelum kemerdekaan yaitu pada masa penjajahan Belanda dan
Jepang, kehidupan rakyat Indonesia berada dalam cengkeraman penjajah
(Pendidikan diselenggarakan untuk kepentingan penjajah). Para siswa dididik
untuk mengabdi untuk kepentingan penjajah. Dalam situasi seperti ini upaya
bimbingan sudah tentu diarahkan bagi perwujudan tujuan pendidikan masa itu
yaitu menghasilkan manusia pengabdi penjajah. Akan tetapi, rasa nasionalisme
rakyat Indonesia ternyata sangat tebal sehingga upaya penjajah banyak mengalami
hambatan.
Rakyat Indonesia yang cinta akan nasionalisme dan kemerdekaan
berusaha untuk memperjuangkan kemandirian bangsa Indonesia melalui pendidikan.
Salah satu di antaranya adalah Taman Siswa yang dipelopori oleh K.H. Dewantara
yang dengan gigih menanamkan nasionalisme di kalangan para siswanya. Dari sudut
pandangan bimbingan hal tersebut pada hakikatnya adalah dasar bagi pelaksanaan
bimbingan.
2.
Dekade 40-an (Perjuangan)
Dalam bidang pendidikan, pada dekade ini lebih banyak ditandai
dengan perjuangan merealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Masalah
kebodohan dan kerbelakangan merupakan masalah besar dan tantangan yang paling
besar bagi pendidikan pada saat itu. Tetapi yang lebih mendalam adalah mendidik
bangsa Indonesia agar memahami dirinya sebagai bangsa yang merdeka sesuai
dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Hal ini pulalah yang menjadi fokus utama
dalam bimbingan pada saat itu.
3.
Dekade 50-an (Perjuangan)
Kegiatan bimbingan pada masa dekade ini lebih banyak tersirat dalam
berbagai kegiatan pendidikan. Upaya membantu siswa dalam mencapai prestasi
lebih banyak dilakukan oleh guru di kelas atau di luar. Akan tetapi, pada
hakikatnya bimbingan telah tersirat dalam pendidikan dan benar-benar menghadapi
tantangan dalam membantu siswa di sekolah agar dapat berprestasi meskipun dalam
situasi yang amat darurat.
4.
Dekade 60-an (Perintisan)
Memasuki dekade 60-an suasana politik kurang begitu menguntungkan
dengan klimaksnya pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965. Akan tetapi, dalam
dekade ini pula lahir Orde Baru tahun 1966, yang kemudian meluruskan dan
menegakkan serta ini sudah mulai mantap dalam merintis ke arah terwujudnya
suatu sistem pendidikan nasional.
Keadaan di atas memberikan tantangan bagi keperluan layanan
bimbingan dan konseling di sekolah sebagai salah satu kelengkapan sistem. Di
sinilah timbul tantangan untuk mulai merintis pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling yang terprogram dan terorganisasi dengan baik.
5.
Dekade 70-an (Penataan)
Kelahiran orde baru telah banyak menyadarkan bangsa Indonesia akan
kelemahan di masa lampau dan kesediaan memperbaiki di masa yang akan datang
melalui pembangunan. Repelita pertama mulai dicanangkan dilaksanakan dalam awal
dekade ini, dan dilanjutkan dalam dekade-dekade selanjutnya. Pembangunan dalam
bidang pendidikan merupakan salah satu penunjang pembangunan nasional. Keadaan
tersebut memberikan tantangan dan peluang besar untuk upaya penataan bimbingan
baik dalam aspek konseptual maupun operasional.
6.
Dekade 80-an (Pemantapan)
Setelah melalui penataan dalam dekade 70-an, maka dalam dekade
80-an ini bimbingan diupayakan agar mantap. Pemantapan terutama diusahakan
untuk menuju kepada perwujudan bimbingan yang profesional. Dengan demikian,
maka upaya-upaya dalam dekade 80-an lebih mengarah kepada profesionalisasi yang
lebih mantap.[9]
Pada saat ini, profesi konselor secara legal formal telah diakui
dalam sistem pendidikan nasional. Konselor sekolah atau guru bimbingan dan
konseling merupakan profesi yang sudah diakui keberadaannya di sekolah. Hal ini
dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2008
tentang Guru pada pasal 15 yang mengatakan bahwa guru bimbingan dan konseling
atau konselor adalah guru pemegang sertifikat pendidikan.[10]
BAB IV
PENUTUP
A.
Simpulan
Gerakan bimbingan dan konseling sekolah yang selama bertahun-tahun
beroperasi secara unik di dalam pendidikan di Amerika serikat, awalnya hanya
berfokus pada bimbingan siswa untuk memilih karir yang akan dipilihnya nanti.
Namun, setelah beberapa dekade berlalu, fokus awal itu sekarang sudah menyebar
lantaran beberapa faktor.
Di Indonesia sendiri awalnya bimbingan dan konseling sebagai suatu
ilmu merupakan suatu hal yang masih baru. Walaupun demikian, hal ini tidak
berarti bahwa bimbingan dan konseling di Indonesia belum ada sama sekali.
Sesungguhnya, bimbingan dan konseling telah lama dikenal di Indonesia, hanya
saja berbeda dalam pendekatannya.
B.
Saran
Dari pembahasan di atas, kiranya sudah cukup jelas bahwa kegiatan
bimbingan pada hakikatnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan
pendidikan secara keseluruhan. Bimbingan mempunyai peran yang sangat penting
dan strategis dalam perjalanan bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Sejak zaman sebelum kemerdekaan, setelah kemerdekaan, dan apalagi
pada era pembangunan nasional, bimbingan mempunyai peranan dalam upaya
mewujudkan manusia-manusia Indonesia. Manusia Indonesia yang dicita-citakan
adalah manusia Pancasila. Oleh karena itu, upaya untuk terus melakukan
perbaikan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan bimbingan dan
konseling dalam semua bidang kehidupan tentunya perlu untuk dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Walgito, Bimo. 2010. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta:
Andi Offset.
Komalasari, Gantina dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta:
PT. Indeks.
Latipun. 2006. Psikologi Konseling. Malang: Penerbitan UMM.
Gibson, Robert L. dan Marianne H. Mitchell. 2011. Bimbingan dan
Konseling. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
[1] Latipun, Psikologi
Konseling, (Malang: Penerbitan UMM, 2006), hal. 23
[2] Bimo walgito, Bimbingan
dan Konseling, (Yogyakarta: Andi Offset, 2010), hal. 15
[3] Gantina
Komalasari dkk, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT. Indeks, 2011),
hal. 38-39
[4] Robert L.
Gibson dan Marianne H. Mitchell, Bimbingan dan Konseling, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010), hal. 13-14
[5] Gantina
Komalasari dkk, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT. Indeks, 2011),
hal. 39
[6] Gantina
Komalasari dkk, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT. Indeks, 2011),
hal. 40
[7] Robert L.
Gibson dan Marianne H. Mitchell, Bimbingan dan Konseling, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010), hal. 23
[8] http://jareperpus.blogspot.com/2011/12/v-behaviorurldefaultvmlo_4407.html
(Diakses 06 September 2012)
[10] Gantina
Komalasari dkk, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT. Indeks, 2011),
hal. 44